Kotabaru Heritage Film Festival 2025: Napak Tilas Sinema Lewat Bunyi, Emosi, dan Kenangan Kolektif

Nonton Film Gaya Baru di KHFF 2025: Estetik, Nostalgik, dan Penuh Makna

YOGYAKARTA — Ada yang berbeda di Kompleks SMA Negeri 3 Yogyakarta pada tanggal 7 hingga 9 Agustus 2025. Gedung sekolah yang lekat dengan nuansa kolonial itu disulap menjadi ruang nostalgia dan eksplorasi kreatif dalam ajang Kotabaru Heritage Film Festival 2025 (KHFF). Mengusung tema “Suara Layar Indonesia”, festival ini tidak hanya menayangkan film, tapi juga menyajikan pengalaman sinematik yang mengajak pengunjung menyelami sisi yang sering terlupakan: bunyi.

Ruang Dengar, Emosi yang Mengalun dari Headphone

Salah satu spot yang paling mencuri perhatian adalah “Ruang Dengar Suara Layar Indonesia”. Di sini, pengunjung bisa mengenakan headphone dan menikmati potongan suara dari film-film ikonik Indonesia. Seorang pengunjung terlihat menutup mata sambil menikmati skor film klasik, membiarkan dirinya larut dalam atmosfer yang dibentuk hanya dari bunyi—tanpa gambar. Ini bukan sekadar nostalgia, tapi latihan kepekaan, sebuah cara baru memahami sinema dari sisi yang lebih subtil.

Sinergi Layar dan Bunyi: Pameran yang Bersuara

Di salah satu sudut pameran, terpampang teks kuratorial bertajuk “Sinergi Layar-Bunyi: Telinga, Emosi, dan Retrospeksi”. Penjelasan itu menjelaskan betapa pentingnya elemen suara dalam membentuk pengalaman menonton. Tak hanya soal musik latar atau dialog, tetapi juga bagaimana bunyi bisa menjadi narasi tersendiri—membangun ketegangan, menciptakan ruang, dan menyampaikan emosi.

Interaksi Sosial yang Mengalir Alami

Festival ini bukan cuma tentang menonton film. Ada suasana akrab dan cair yang mengalir di antara para pengunjung. Beberapa terlihat berdiskusi hangat di depan display memorabilia kaset film legendaris seperti Ada Apa Dengan Cinta?, Laskar Pelangi, Badai Pasti Berlalu, hingga Sherina. Kaset-kaset itu, yang dulu mungkin hanya menghiasi rak-rak toko musik, kini menjadi artefak budaya yang membangkitkan kenangan.

Tak jauh dari situ, deretan poster film lawas dan perangkat pemutar audio klasik seperti gramofon dan reel-to-reel recorder memberi nuansa vintage yang estetik. Banyak pengunjung yang tak segan mengabadikan momen ini untuk Instagram Story mereka—lengkap dengan caption nostalgia dan musik latar yang pas.

Ketika Kritik Bertemu Warisan Budaya

Tak hanya menampilkan benda-benda bersejarah, KHFF 2025 juga menyelipkan semangat kritik dan kreativitas. Ini terlihat dari program-program diskusi, pemutaran film dengan pendekatan eksperimental suara, hingga ruang yang membuka percakapan tentang pentingnya arsip audio dalam sinema Indonesia. Festival ini menjadi bukti bahwa warisan budaya tidak hanya disimpan di museum, tapi bisa hidup, dibaca ulang, bahkan ditantang lewat perspektif baru.

Budaya Pop dan Antusiasme Anak Muda

Yang menarik, festival ini tidak terasa kaku atau terlalu akademis. Justru sebaliknya, banyak anak muda hadir dengan gaya santai, membawa kamera analog, atau sekadar nongkrong sambil membahas musik film favorit mereka. Di era visual seperti sekarang, KHFF 2025 berhasil memperlihatkan bahwa telinga masih punya tempat istimewa dalam sinema—dan anak muda siap merayakannya.


Nonton Film Gaya Baru di KHFF 2025: Estetik, Nostalgik, dan Penuh Makna

Kotabaru Heritage Film Festival 2025 bukan sekadar ajang menonton film, tapi sebuah ruang lintas generasi yang menghadirkan sinema sebagai warisan hidup. Lewat bunyi, festival ini menghubungkan emosi, memori kolektif, dan dialog budaya pop yang terus bergulir.

Bagi siapa pun yang sempat hadir, tiga hari di KHFF 2025 mungkin akan terus terngiang di benak—seperti skor film yang terus diputar ulang dalam hati. (agP)