Festival Gamelan Yogyakarta 2025: Tradisi dan Inovasi Bertemu dalam Harmoni Modern

Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) ke-30 resmi ditutup dengan Konser Gamelan selama tiga hari pada 25–27 Juli 2025 di Taman Budaya Embung Giwangan. Festival budaya tradisional ini menyuguhkan ragam kolaborasi lintas disiplin yang menjembatani warisan gamelan klasik dengan napas kontemporer, memperlihatkan bahwa gamelan bukan hanya seni masa lalu, tetapi juga denyut kreatif masa kini.
Panggung Gamelan: Merayakan Tradisi dalam Balutan Modernitas

Tiga malam konser yang menjadi penutup festival ini menghadirkan nuansa berbeda setiap harinya. Hari pertama dibuka dengan kolaborasi antara Paseduluran Nandur Banyu bersama Farid Stevy dan Roby Setiawan (FSTVLST) serta Fanny Soegi. Pertunjukan yang memadukan wayang, narasi ekologis, dan lagu “Akulah Ibumu” ini menjadi simbol harmoni manusia dan alam dalam bahasa seni.
Hari kedua dikhususkan untuk peserta lokakarya “Gamelan Tanpa Tembok” yang menampilkan hasil eksplorasi mereka selama tiga hari. Sementara malam terakhir menghadirkan kolaborasi puncak antara band Letto dan Gamelan KiaiKanjeng, menyatukan nuansa pop dengan kedalaman bunyi gamelan yang sarat makna.

Program Sorot Sumirat: Gamelan dalam Cahaya Video Mapping
Inovasi budaya lain yang menarik perhatian adalah Sorot Sumirat, sebuah pertunjukan video mapping yang memadukan musik gamelan dengan visual cahaya di fasad gedung Grha Budaya. Proyek kolaboratif ini melibatkan banyak seniman visual seperti ARAFURA, Lepaskendali Labs, dan LZY, serta didukung Epson sebagai Official Projector Partner. Hasilnya adalah pertunjukan seni digital yang menggugah, membuktikan bahwa gamelan mampu bertransformasi menjadi media ekspresi visual masa kini.
Konser Maestro: Mengenang Tiga Legenda Gamelan
Festival Gamelan Yogyakarta 2025 juga menggelar Konser Maestro sebagai bentuk penghormatan kepada tiga maestro gamelan: Sapto Raharjo, Harry Roesli, dan Djaduk Ferianto. Pertunjukan ini bukan sekadar nostalgia, tetapi juga momentum refleksi atas kontribusi mereka dalam menjaga dan mengembangkan gamelan sebagai bahasa budaya yang terus hidup.
Pasar Cokekan dan Kongres Gamelan: Pemberdayaan & Pengetahuan
Festival ini juga menghadirkan Pasar Cokekan, ruang interaktif untuk UMKM lokal, seni kriya, dan pertunjukan publik yang meriah. Ada pula Kongres Gamelan, forum diskusi yang mempertemukan para praktisi untuk menyusun strategi pelestarian gamelan di era digital dan globalisasi.
Jejak Internasional & Partisipasi Anak Muda
Menariknya, YGF #30 turut melibatkan seniman dari China dan Kanada, menguatkan posisi gamelan sebagai warisan budaya dunia. Melalui program Simak Siar, festival ini juga mengajak generasi muda lintas genre untuk terhubung dengan gamelan melalui pendekatan kreatif dan kekinian.
Gamelan dalam Denyut Zaman
Yogyakarta Gamelan Festival 2025 bukan hanya perayaan 30 tahun eksistensi, tetapi juga deklarasi bahwa seni tradisional seperti gamelan dapat berkembang seiring zaman, menjadi ruang ekspresi yang inklusif dan lintas batas. Di tengah tantangan era digital, YGF membuktikan bahwa harmoni budaya tidak hanya bisa dipertahankan, tapi juga dirayakan dengan penuh inovasi. (agP)