SEAMEX (SouthEast Asia Music Education Exchange) 2019 Digelar di Indonesia
SEAMEX (Southeast Asia Music Education Exchange) kembali digelar untuk yang ketiga kali, setelah sukses di Malaysia danThailand pada tahun sebelumnya, tahun 2019 ini giliran Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah. Event tahunan yang menjadi ruang temu pemain, produser, pendidik musik di kawasan Asia Tenggara ini berlangsung selama tiga hari, 6 – 8 September 2019 berlokasi di Jogja National Museum.
Selama tiga hari berlangsung, kegiatan SEAMEX 2019 meliputi: Konferensi, Music Talk, Master Class, ‘ASEAN Youth Project’ sebuah kolaborasi musik skala internasional dalam bentuk Orchestra Choir berjumlah 150 orang siswa dari Sekolah Musik di Asia Tenggara dan sekitarnya, Music Exhibition yang diikuti oleh lebih dari 40 exhibitor dari sekolah musik, produsen alat musik, komunitas musik dan lain-lain, serta yang terakhir adalah Music Concert dengan berbagai genre musik dan lintas generasi, baik dari Indonesia maupun mancanegara.
Beragam konsep konser musik yang menarik hadir di SEAMEX 2019. Dari hari pertama hingga hari ketiga ada banyak pemain, band, musisi, yang memeriahkan kegiatan ini. Tak hanya peserta dari ASEAN, beberapa musisi dari Jepang, Australia, Perancis dibagi menjadi tiga panggung berbeda menghibur pengunjung dari pagi sampai malam hari.
Salah satu penampil yang menyita perhatian adalah kolaborasi musik apik dari musisi-musisi tanah air yang tergabung dalam ‘Swara Nusa’ dengan musisi asal Jepang, Takeshi Lua. Dengan berisi tujuh musisi dari provinsi yang berbeda, grup ini mampu merepresentasikan kekhasan Indonesia yang tidak hanya multikultur lewat alunan musik etnik yang sangat kental, tetapi juga mampu bersinergi dan terhubung dengan kebudayaan lain. Hal tersebut senada dengan tema yang diusung di perhelatan tahun ini “Music, Sphere, and Interconnected Generation”.
Selain pertunjukan musik yang beragam, sesi Konferensi yang mengambil tema umum “Lintas Batas: Musik, Keragaman, dan Interkoneksi di Asia Tenggara menjadi ajang bagi pendidik musik, akademisi, mahasiswa, cendekiawan, dan ilmuwan berbagai negara untuk turut berkontribusi dalam pengembangan pelajaran musik dengan menawarkan perspektif pendekatan interdisipliner.
Selama tiga hari, sesi konferensi dibagi menjadi tiga sesi berbeda. Di hari pertama, 9 presenter dari Indonesia, Jepang, Malaysia dan Amerika memberikan paparan terkait perkembangan Asia Tenggara; banyak hal yang dibahas seperti halnya musik Nusantara di London sebagai upaya diplomasi disampaikan oleh Resa Setodewo. Pada hari kedua, sesi konferensi tentang sistem pendidikan musik bekerjasama dengan Association Board of Royal School of Music (ABRSM) dari Inggris. Sebagai pembicara adalah Lincoln Abbotts, Ryan Lewis, dan Bernard Lanskey yang menyoal berbagai hal, mulai dari hilangnya seni dalam mendengarkan dalam sistem pemebelajaran musik, pengembangan komunitas bermusik dengan strategi pengajar privat, hingga sampai hal yang aplikatif seperti mengintegrasikan pendidikan musik dengan teknologi. Panel diskusi bertema “Global Traditional Music and Academia In Southeast Asia. Repertoires, Techniques and Aesthetics” ini menjadi sesi terakhir konferensi. Satu diantara presenter adalah Suthicha Boonno dari Thailand secara spesisfik membahas musik rakyat di dalam kurikulum pendidikan dasar di negera Thailand.
Obrolan segar ‘Music Talk’ pada sore hari terasa lebih santai dan cocok untuk kaum muda milenial sebab membahas tentang produksi musik, manajemen musik, hingga strategi pasar di ranah industri di era global. Pengisinya pun para profesional pesohor, seperti Dory Soekamti di hari pertama yang membagi pengetahuan tentang Band dan Branding dalam pusaran euforia khalayak musik. Djaduk Feriyanto di hari kedua membebebkan pengalaman serta strategi dalam festival produksi musik. Nama terakhir yang mengisi adalah Tya Subiyakto, Ia lebih spesifik berbagi tentang penilaian musik dalam film dan juga memberi pengarahan dalam produksi musik jingle.
Tidak hanya itu, pembekalan lewat workshop musik juga tidak luput dari rangkaian kegiatan ini. Lokakarya ini diisi oleh Christopher Schaub (Mahidol University, Thailand) bersama Setyawan Jayantoro (Indonesia), Leonardo Garcia F (Perancis), Singgih Sanjaya (Indonesia), Damrih Banawiyatakit (Thailand) dan duet Isabella Pek bersama Don Bowyer (Malaysia).
SEAMEX 2019 kali ini benar-benar menjadi jembatan untuk lintas generasi musik. Musik sebagai bahasa universal, pada kenyataanya, mampu membuka sekat-sekat generasi, menyatukan wilayah tanpa batas dan mengatasi tantangan bersama dalam upaya membangun kawasan ASEAN yang lebih saling terhubung dan dapat mengangkat industri pendidikan musik di Asia Tenggara. sebab SEAMEX 2019 ini juga memang dirancang sebagai sebuah marketplace. Sebagai upaya realisasiya adalah dengan kerjasama dengan produsen Casio yang meluncurkan produk piano pada acara tersebut. Selain itu open job recruitment dari brand musik ternama asal Singapura, Cristofori, menjadi magnet dan sekaligus kesempatan bagi para pengunjung untuk terjun di dunia industri musik lebih dalam.
Rangkaian kegiatan ini terselenggara atas prakarsa Citra Research Center (CRC), sebuah organisasi nirlaba yang bergerak dalam penelitian seni dan budaya dengan dukungan Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dana Istimewa, SMK Negeri 2 Kasihan (Sekolah Menengah Musik Yk), SMK Negeri 1 Semarang (Multimedia), Association Board of Royal School of Music (ABRSM) dan banyak pihak lainnya. (*)