Ngayogjazz 2019
Di tahun 2019 ini, Ngayogjazz sudah mencapai usia ke-13 dan telah sukses membawa musik jazz ke dunia yang lebih luas sehingga bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Jazz pun melebur dan berinteraksi dengan berbagai genre musik yang lain, baik tradisi maupun modern. Selain itu, Ngayogjazz yang selalu berlokasi di desa-desa juga berhasil menempatkan desa bukan hanya sebagai obyek, tetapi menjadi mitra yang mutual.
Ngayogjazz 2019 akan diselenggarakan pada hari Sabtu Kliwon, 16 November 2019 di Padukuhan Kwagon, Ds. Sidorejo, Godean, Sleman dengan mengusung tema “SATU NUSA SATU JAZZ-NYA”. Terinspirasi dari lagu “Satu Nusa Satu Bangsa” oleh L. Manik, Ngayogjazz ingin menunjukkan bahwa meskipun berbeda-beda namun kita tetaplah Indonesia dengan segala keragamannya. Seperti hal-nya musik jazz yang dimainkan di berbagai daerah dan terdiri dari bermacam-macam alat musik, bila dipersatukan akan menghasilkan harmoni yang indah.
Ngayogjazz tentu saja tidak hanya sekedar konser musik jazz. Azas berbagi dan kebersamaan mendasari pelaksanaannya. Konsisten tak berbayar, Ngayogjazz mengajak seluruh pengunjung yang hadir untuk membawa buku sebagai pengganti tiket masuk. Program Lumbung Buku ini hasil kerja sama dengan Komunitas Jendela Jogja.
Selain itu kolaborasi dengan berbagai instansi dan komunitas senantiasa dibangun untuk menghadirkan pengalaman – pengalaman baru bagi pengunjung. Diantaranya dengan pusat kebudayaan Belanda, Erasmus Huis, dan pusat kebudayaan Perancis, IFI-LIP. Lalu Perkumpulan Pekarya Layang-Layang Indonesia (PERKALIN) kali ini dengan programnya Kite For Kids, berbagai komunitas musik, komunitas fotografi, dan Festival Bambu Sleman.
Kolaborasi Ngayogjazz dengan Festival Bambu Sleman merupakan hasil kerja sama dengan Dinas Pariwisata Kab. Sleman, Asosiasi Sentra Bambu Sembada dan Dekranasda Kab. Sleman. Beragam kegiatan dilaksanakan mulai dari Workshop Bambu, Lomba Menganyam Bambu, stan pameran produk dan olahan bambu dan pentas kesenian tradisional. Festival Bambu Sleman sendiri merupakan wadah untuk mengekspos berbagai produk olahan bambu dari mebeler, kerajinan, hingga produk kuliner. Salah satu contohnya dengan menyediakan sedotan bambu di stan kuliner yang dikelola warga. Selain itu, diharapkan juga dapat memberikan ruang untuk berbagi informasi produk dan teknologi, mulai dari aspek budidaya hingga pengolahan bambu menjadi sebuah produk yang kompetitif di pasar. Potensi bambu sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dianggap menguntungkan ini kemudian mencoba untuk dioptimalkan, baik dari hulu hingga ke hilir.
Semua ‘Jamming session’ ini tentunya akan melengkapi kemeriahan Ngayogjazz 2019. (*)