Tular Nalar Summit 2025: Dari Data ke Perasaan, Menjawab Tantangan Realita dan Soft-fakes di Era AI

Generative Artificial Intelligence (Gen-AI) kini menjadi senjata utama dalam membentuk persepsi publik. Riset Center for Digital Society (CfDS) UGM pada Pemilu 2024 mengungkap, pemilih pemula lebih terpengaruh visual digital dibanding sejarah politik. “Apakah kita memilih pemimpin atau sekadar tergerak oleh lagu dan jogetan soft-fakes?” ujar Dhevana Anarchia Ria Lay, Partnership Officer CfDS, saat memaparkan temuannya di Tular Nalar Summit 2025.
Fenomena soft-fakes – realita baru hasil rekayasa AI yang tampak nyata namun menyesatkan – menunjukkan bahwa AI bukan lagi sekadar penyebar hoaks, melainkan juga pembentuk realitas. Di tengah lajunya transformasi digital, Indonesia memang mencatat progres signifikan. Peringkat daya saing digital Indonesia naik dari 56 ke 43 menurut IMD WDCR 2024, namun risiko seperti 26 juta serangan phishing sepanjang 2024 (BSSN) menuntut literasi digital bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya lansia dan pemilih muda.
Tular Nalar: Gerakan Kolektif Literasi Digital
Melihat urgensi tersebut, Tular Nalar hadir sebagai gerakan kolektif untuk meningkatkan literasi digital dan berpikir kritis. Puncaknya dirayakan dalam Tular Nalar Summit 2025 di Auditorium STMM MMTC Yogyakarta, mengusung tema “Merayakan Semesta Kolaborasi”, menandai akhir fase ketiga program yang telah berjalan sejak 2023.

Acara dibuka oleh Septiaji Eko Nugroho (Ketua Presidium MAFINDO) dan Giri Lumakto (Program Manager Tular Nalar). Septiaji menegaskan, “Kita memasuki era AI, ibarat dua sisi mata pedang. Jika salah gunakan, ruang digital akan dipenuhi hoaks dan ujaran kebencian.” Ia juga memperkenalkan Mafindo Institute sebagai wadah kompilasi edukasi literasi digital nasional.
Dalam video sambutannya, Abdul Mu’ti (Menteri Dikdasmen) mengumumkan bahwa mata pelajaran Koding dan AI akan mulai diajarkan dari kelas 5 SD hingga SMA pada tahun ajaran 2025/2026, menegaskan pentingnya membangun kecerdasan dan kesalehan digital generasi muda.
Sementara itu, R.M. Agung Harimurti Purnomojati (Ketua STMM) menyebut Tular Nalar Summit 2025 sebagai “tonggak era baru literasi digital yang lebih kritis, inklusif, dan berbudaya.”
Panel Diskusi: Mengurai Tantangan Digital Lintas Generasi

Tular Nalar Summit 2025 menghadirkan tiga panel diskusi utama:
- “Menyelamatkan Masa Tua di Linimasa”, membahas risiko digital bagi lansia, seperti penipuan online dan eksklusi teknologi, bersama Koree Monteloyola-Cañizares (Techie Senior Philippines), Nani Zulminarni (Ashoka Southeast Asia), Susiana Nugraha (IRL), dan Giri Lumakto.
- “Timeline Political Disorientation for First Time Voters”, menyoroti disinformasi politik terhadap pemilih muda, menghadirkan Angela Romano (Queensland University), Hanna Vanya (Think Policy), Heroik Pratama (Perludem), dan Arsya (CfDS).
- “Intergenerational AI: Education and Ethics”, membahas etika AI lintas generasi dengan narasumber Muhammad Taufan Agasta (Kemendikdasmen), Pahlevi Fikri Auliya (Ruangguru), F.X. Risang Baskara (USD), dan Violita Siska (AI Goes To School).
Rangkaian Aktivitas Inklusif dan Inspiratif
Selain konferensi, summit ini menghadirkan Focus Group Discussion, pameran komunitas, kelas literasi digital inklusif “Ayo Bareng” untuk difabel tuli, penghayat kepercayaan, dan transpuan, serta penampilan stand-up comedy bertema hoaks, pentas seni komunitas, dan musik akustik.
Momen penting lainnya adalah peluncuran video “Human Impact Story” oleh Love Frankie, publikasi buku bunga rampai kisah penerima manfaat Tular Nalar, serta modul pembelajaran AI inklusif lintas generasi.

Menurut Giri Lumakto, “Tular Nalar lahir dari keresahan warga, tumbuh dalam kolaborasi, dan hidup di ruang-ruang komunitas.”
Sejak 2023, program ini telah menjangkau 50.000 penerima manfaat langsung, terdiri dari 40.000 pemilih pemula dan 10.000 lansia, serta 1,6 juta masyarakat sebagai end-beneficiaries melalui alumni pelatihan dan aktivitas komunitas.