Gaung Gamelan: Gema 30 Tahun Napas Tradisi dalam Denyut Kota Yogyakarta

Gaung Gamelan
Denting gamelan menggema dari Taman Budaya Embung Giwangan, mengalir bersama napas kota yang tak pernah lelah menjaga identitas budayanya. Lewat pergelaran Gaung Gamelan, Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) resmi membuka perayaan usia ke-30—tiga dekade perjalanan konsistensi, kolaborasi, dan regenerasi tradisi.
Lebih dari sekadar panggung seni, Gaung Gamelan menjadi ruang spiritual yang mempertemukan 16 kelompok karawitan dari 10 Desa Budaya DIY bersama komunitas-komunitas seni seperti Gayam16 dan AKNSB. Mereka memainkan tiga gendhing klasik Yogyakarta secara serentak, melahirkan simfoni lintas generasi yang syahdu namun penuh tenaga.
“Yang luar biasa bukan soal festival ini ada atau tidak. Tapi bagaimana semangat teman-teman terus menyuarakan gamelan hingga tahun ke-30 ini,” ucap Ishari Sahida (Ari Wulu), Direktur Festival.

Suasana penuh haru dan harapan juga terpancar dari Kanjeng Purbodoningrat, penasihat Jogja Festival:
“Gamelan bukan hanya suara instrumen, tapi suara kehidupan. Ia untuk dimaknai, bukan sekadar didengar.”
Tak hanya seni pertunjukan, YGF #30 turut menggerakkan roda ekonomi kreatif. UMKM lokal hadir lewat tenant kuliner, kriya, dan produk kreatif. “Ekosistem kebudayaan ini menggerakkan ekonomi nyata,” ujar Manggar Sari Ayuati, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X.
Taman Budaya Bertransformasi Jadi Panggung Budaya Nusantara
Selama sepekan, kawasan Taman Budaya Embung Giwangan disulap menjadi episentrum budaya:
- Pasar Cokekan jadi surganya pecinta kuliner dan kerajinan tradisional.
- Panggung Cokekan & Panggung Slenthem menghadirkan pertunjukan dari berbagai komunitas hingga aksi spontan masyarakat.
- Kongres Gamelan jadi ruang pertemuan para maestro dan pelaku karawitan untuk ngangsu kawruh dan merancang masa depan gamelan.

YGF juga menampilkan karya seni instalasi dari Jompet Kuswidananto yang menyulap rel kereta api menjadi instrumen gamelan, serta kolaborasi teknik-elektro UGM dan Gayam16 dalam karya-karya eksperimental berbasis bunyi dan cahaya.
Gamelan Hari Ini dan Esok: Ruang yang Terbuka untuk Semua
Yogyakarta Gamelan Festival #30 tak hanya merayakan masa lalu, tapi juga merancang masa depan. Dari workshop “Gamelan Tanpa Tembok”, open stage Panggung Slenthem, hingga kolaborasi lintas genre bersama anak muda, semua bergerak menuju satu arah: merawat akar, membuka cabang, dan menumbuhkan tunas baru budaya Nusantara.

(agP)